Konfigurasi elektron adalah susunan atau distribusi
elektron-elektron pada sebuah atom atau molekul. Susunannya mengikuti
aturan khusus. Aturan tersebut antara lain prinsip aufbau, kaidah hund,
dan larangan pauli. Menurut hukum mekanika kuantum, untuk sistem yang
hanya memiliki satu elektron, elektronnya dapat berpindah dari satu
konfigurasi ke konfigurasi lain dalam bentuk foton. Konfigurasi elektron
menunjukkan jumlah elektron pada setiap sublevel. Sublevel pertama
adalah 1s, kemudian 2s, 2p, 3s, 3p, dan seterusnya. Masing-masing
elektron dapat berpindah dengan sendirinya di dalam sebuah orbital.
Salah satu contoh konfigurasi elektron adalah atom neon dengan
konfigurasi 1s2 2s2 2p6. Pengetahuan
tentang konfigurasi elektron di setiap atom sangat berguna untuk
memahami struktur tabel periodik. Konsep konfigurasi elektron ini juga
berguna untuk menjelaskan konsep ikatan kimia, sifat laser, dan
semikonduktor.
1. Kulit dan Subkulit dalam Konfigurasi Elektron
Konfigurasi
elektron didasari oleh model atom Bohr dan masih digunakan untuk
menjabarkan kulit dan subkulit selain pemahaman mekanika kuantum yang
lebih kompleks.
Sebuah kulit elektron adalah beberapa subkulit yang berbagi bilangan kuantum yang sama yaitu n (nomor sebelum angka dalam sebuah orbital). Sebuah atom dengan kulit ke-n dapat berisi 2n2
elektron. Misalnya, kulit pertama dapat berisi 2 elektron, kulit kedua
dapat berisi hingga 8 elektron, dan kulit ketiga 18 elektron. Faktor
yang membuatnya selalu genap adalah karena subkulit dapat menjadi dua
bergantung pada putaran elektronnya. Setiap orbital dapat dimasuki
sampai dua elektron dengan putaran yang berlawanan, satu dengan putaran
+1/2 (biasanya dilambangkan dengan tanda panah ke atas) dan satu dengan
putaran –1/2 (dilambangkan dengan tanda panah ke bawah).
Subkulit adalah sebuah tempat di dalam kulit yang berisi bilangan azimuth yaitu ℓ. Nilai dari ℓ (0, 1, 2, atau 3) sesuai dengan masing-masing label s, p, d, dan f.
Jumlah maksimum elektron yang bisa ditempatkan di sebuah subkulit
dirumuskan sebagai 2(2ℓ+1). Pada subkulit s maksimum 2, 6 elektron pada
subkulit p, 10 pada subkulit d, dan 14 pada subkulit f.
Jumlah
elektron yang dapat mengisi setiap kulit dan masing-masing subkulit
muncul dari perhitungan mekanika kuantum, tertama prinsip larangan
Pauli, dimana tidak ada dua elektron di satu atom yang memiliki nilai
bilangan kuantum yang sama.
2. Notasi Konfigurasi Elektron
Ahli
fisika dan ahli kimia menggunakan notasi standar untuk mengetahui
konfigurasi elektron dari sebuah atom dan molekul. Untuk atom, notasinya
terdiri dari urutan orbital atom (contoh: untuk fospor urutannya adalah
1s, 2s, 2p, 3s, 3p) dengan nomor elektron mengisi masing-masing orbital
dalam format superscript. Contoh, hidrogen memiliki satu elektron dalam
orbital s kulit pertama, jadi konfigurasinya ditulis 1s1. Litium memiliki dua elektron di subkulit 1s dan satu elektron di subkulit 2s sehingga konfigurasi elektronnya ditulis 1s2 2s1 (dibaca “satu-s-dua, dua-s-satu”). Fosfor dengan nomor atom 15 memiliki konfigurasi elektron 1s2 2s2 2p6 3s2 3p3. Konfigurasi elektron pada molekul ditulis dengan cara yang sama.
Superscript
1 pada notasi tidak wajib dicantumkan. Umumnya hurup orbital (s, p, d,
f) dicetak miring meskipun IUPAC (International Union of Pure and
Applied Chemistry merekomendasikan huruf normal. Huruf yang dicetak
miring saat ini digunakan untuk mewakili salah satu kategori garis
spektrum seperti “sharp”, “principal”, “diffuse”, dan “fundamental”
(atau “fine”).
2.1. Penyingkatan Konfigurasi Elektron
Untuk
atom dengan banyak elektron, notasi ini dapat menjadi sangat panjang.
Maka dari itu, diperlukan sebuah singkatan untuk mewakili notasi
tertentu. Gas mulia (2 He, 10 Ne, 18 Ar, 36 Kr, 54 Xe, dan 86 Rn) bisa
digunakan untuk mewakili notasi tertentu. Misalnya fosfor yang salah
satu bagian notasinya diwakili oleh neon (1s2 2s2 2p6) sehingga menjadi [Ne] 3s2 3p3. Kaidah ini sangat berguna untuk membantu memahami konfigurasi elektron yang panjang.
2.2. Aturan Penuh Setengah Penuh
Sifat
ini berhubungan erat dengan hibridisasi elektron. Aturan ini menyatakan
bahwa “suatu elektron mempunyai kecenderungan untuk berpindah orbital
apabila dapat membentuk susunan elektron yang lebih stabil”. Untuk
konfigurasi elektron yang berakhir pada sub kulit d berlaku aturan penuh
dan setengah penuh. Contohnya adalah sebagai berikut:
24Cr = 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s2 3d4 menjadi 24Cr = 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s1 3d5
Dari
contoh diatas terlihat apabila 4s diisi 2 elektron maka 3d kurang satu
elektron untuk menjadi setengah penuh. Maka elektron dari 4s akan
berpindah ke 3d.
2.3. Konfigurasi Elektron Ion
Unsur
yang mengalami ionisasi akan mengalami perubahan jumlah elektron.
Misalnya adalah besi (Fe) yang mempunyai nomor atom 26 dan mempunyai
konfigurasi elektron [Ar] 3d64s2. Jika Fe terionisasi menjadi Fe2+, maka elektron Fe berkurang 2 dari jumlah asal. Sehingga konfigurasi Fe2+ adalah [Ar] 3d6. Ingat, jika sebuah atom mengalami ionisasi maka yang berkurang adalah elektron valensi (elektron terluar).
3. Energi dalam Konfigurasi Elektron
Energi
dikaitkan dengan elektron dalam orbital. Energi dalam sebuah
konfigurasi sering mendekati jumlah energi di setiap elektron dengan
mengabaikan interaksi antar elektron. Konfigurasi yang memiliki energi
terendah disebut keadaan dasar (ground state). Sedangkan konfigurasi lainnya disebut keadaan tereksitasi (excited state).
Sebagai contoh, keadaan dasar konfigurasi atom sodium adalah 1s2 2s2 2p6 3s,
yang berasal dari prinsip Aufbau. Keadaan tereksitasi pertama diperoleh
dengan menukar elektron 3s menjadi 3p sehingga menjadi 1s2 2s2 2p6 3p
yang dapat disingkat menjadi level 3p. Atom dapat berpindah dari satu
konfigurasi ke konfigurasi lain dengan menyerap atau melepaskan energi.
4. Sejarah Konfigurasi Elektron
Niels
Bohr (1923) adalah orang pertama yang mengusulkan bahwa perioditas
dalam tabel periodik dapat dijabarkan dengan struktur elektron dalam
atom. Usul tersebut didasari oleh model atom Bohr miliknya dimana kulit
elektron memiliki orbit dengan jarak tertentu dari nukleus (inti atom).
Konfigurasi awal Bohr terlihat aneh dalam ilmu kimia masa kini: misalnya
sulfur memiliki konfigurasi 2.4.4.6 sedangkan yang sekarang adalah 1s2 2s2 2p6 3s2 3p4 (2.8.6).
Beberapa
tahun kemudian, E. C. Stoner bersama Sommerfield berhasil menjabarkan
kulit elektron dan secara tepat memprediksi struktur kulit sulfur adalah
2.8.6. Namun, tidak ada sistem baik milik Bohr maupun Stoner dapat
menjabarkan dengan benar perubahan spektrum atom dalam zona magnetik
(efek Zeeman).
Bohr sangat menyadari kekurangan
prinsipnya tersebut. Ia menulis surat untuk temannya Wolfgang Pauli
untuk meminta bantuannya untuk menjaga teori kuantumnya (sistem yang
kini dikenal sebagai “teori kuantum lama”). Pauli menyadari bahwa efek
Zeeman hanya berlaku pada elektron terluar dari atom dan dapat
mereproduksi struktur kulit Stoner.
Persamaan
Schrödinger yang dipublikasikan pada tahun 1926 memberikan tiga dari
empat bilangan kuantum sebagai kesimpulan langsung dari penyelesaiannya
terhadap atom hidrogen. Penyelesaiannya tersebut merupakan hasil dari
orbital atom yang saat ini diajarkan di textbook kimia.
5. Prinsip Aufbau dan dan Aturan Madelung dalam Konfigurasi Elektron
Prinsip
Aufbau adalah bagian penting dari konsep Bohr tentang konfigurasi
elektron. Istilah “Aufbau” merupakan bahasa Jerman yang berarti
“konstruksi”. Prinsip tersebut dinyatakan sebagai:
Maksimal dua elektron dimasukkan ke dalam orbital untuk meningkatkan energi orbital: energi terendah dalam orbital diisi sebelum elektron ditempatkan di energi tertinggi dalam orbital.
Prinsip
tersebut bekerja dengan sangat baik (dalam keadaan dasar atom) untuk 18
elemen pertama, kemudian berkurang terhadap 100 elemen berikutnya.
Bentuk modern dari prinsip Aufbau menjelaskan urutan energi orbital yang
diberikan oleh aturan Madelung. Aturan ini pertama kali dinyatakan oleh
Charles Janet pada tahun 1929, kemudian diteliti ulang oleh Erwin
Madelung pada tahun 1936, dan diberikan pembenaran teoritis oleh V.M.
Klechkowski. Bunyi aturan Madelung adalah sebagai berikut:
- Orbital diisi untuk meningkatkan nilai n+l;
- Dimana dua orbital memiliki nilai n+l yang sama.
Berikut adalah urutan orbital pada konfigurasi elektron:
1s, 2s, 2p, 3s, 3p, 4s, 3d, 4p, 5s, 4d, 5p, 6s, 4f, 5d, 6p, 7s, 5f, 6d, 7p, (8s, 5g, 6f, 7d, 8p, dan 9s)
Supaya lebih mudah diingat, berikut adalah ilustrasinya:
Orbital yang di dalam tanda kurung tidak berisi atom setelah atom dengan nomor atom tertinggi yaitu Uuo = 118.
Prinsip
Aufbau dapat diaplikasikan untuk memodifikasi susunan proton dan
neutron di inti atom bersama dengan model kulit dari fisika nuklir dan
kimia nuklir.
6. Hubungan Konfigurasi Elektron dengan Tabel Periodik
Bentuk
dari tabel periodik berkaitan dengan konfigurasi elektron masing-masing
atom yang terdapat disana. Contohnya, semua golongan ke-2 tabel
periodik memiliki konfigurasi elektron [E] ns2 (dimana
[E] merupakan konfigurasi gas mulia) dan memiliki kesamaan sifat kimia.
Umumnya, perioditas tabel periodik dalam blok tabel periodik bergantung
pada jumlah elektron yang diperlukan untuk mengisi subkulit s, p, d,
dan f.
Kulit elektron terluar sering disebut
“elektron valensi” dan menentukan sifat kimia. Harus diingat bahwa
kemiripan sifat kimia telah ada lebih dari satu abad sebelum teori
konfigurasi elektron. Belum jelas seberapa jauh aturan Madelung
menjabarkan (bukan hanya menjelaskan) tabel periodik. Meski beberapa
sifat jelas berbeda dengan perbedaan urutan pengisian orbital.
6.1. Menentukan Golongan dan Periode Tabel Periodik Suatu Unsur dengan Konfigurasi Elektron
Konfigurasi
elektron juga dapat digunakan untuk menentukan letak suatu unsur pada
tabel periodik. Periode suatu unsur sama dengan nomor kulit terbesarnya.
Golongan suatu unsur ditentukan dengan menggunakan tabel seperti
dibawah.
Bila
subkulit terakhirnya pada s atau p maka unsur tersebut termasuk
golongan A (utama). Sedangkan bila subkulit terakhirnya pada d maka
unsur tersebut termasuk golongan B (transisi).
Berikut adalah contoh menentukan golongan dan periode suatu unsur dengan konfigurasi elektron:
24Cr = 1s2 2s2 2p6 3s2 3p6 4s1 3d5
Berdasarkan konfigurasi elektron diatas, maka letak unsur adalah pada golongan VI B periode 4.
7. Penyimpangan Konfigurasi Elektron
Berdasarkan
eksperimen, terdapat penyimpangan konfigurasi elektron dalam pengisian
elektron. Penyimpangan pengisian elektron ditemui pada elektron yang
terdapat pada orbital subkulit d dan f.
7.1. Penyimpangan Konfigurasi Elektron pada Orbital d
Penyimpangan
pada orbital subkulit d dikarenakan orbital yang setengah penuh (d5)
atau penuh (d10) bersifat lebih stabil dibandingkan dengan orbital yang
hampir setengah penuh (d4) atau hampir penuh (d8 atau d9). Dengan
demikian, jika elektron terluar berakhir pada d4, d8, atau d9, maka satu
atau semua elektron pada orbital s pindah ke orbital d. Dibawah ini
adalah beberapa contoh penyimpangan orbital d.
7.2. Penyimpangan Konfigurasi Elektron pada Orbital f
Pada
orbital f, sebagaimana dengan penyimpangan konfigurasi dalam orbital d,
maka konfigurasi elektron yang berakhir pada orbital f juga mengalami
penyimpangan. Penyimpangan disebabkan oleh tingkat energi orbital saling
berdekatan dan hampir sama. Penyimpangan ini berupa berpindahnya satu
atau dua elektron dari orbital f ke orbital d. Dibawah ini adalah
beberapa contoh penyimpangan orbital f.
8. Konfigurasi Elektron dalam Molekul
Dalam
molekul, konfigurasi elektronnya semakin rumit. Masing-masing molekul
memiliki struktur orbital yang berbeda. Orbital molekul ditandai
berdasarkan simetrinya. Misalnya O2 ditulis 1σg2 1σu2 2σg2 2σu2 3σg2 1πu4 1πg2, atau setara dengan 1σg2 1σu2 2σg2 2σu2 1πu4 3σg2 1πg2. Istilah 1πg2
mewakili dua elektron di dalam dua turunan orbital ke-π* (antibonding).
Berdasarkan aturan Hund, elektron tersebut memiliki putaran paralel
dalam keadaan dasar, dan dioksigen memiliki momen magnetik (disebut
paramagnetik). Penjabaran dari paramagnetisme pada dioksigen adalah
penemuan besar dalam teori orbital molekul.
Konfigurasi elektron dari molekul poliatomik dapat berubah tanpa penyerapan atau pelepasan foton melalui sambungan bergetar.
8.1. Konfigurasi Elektron dalam Padatan
Dalam
padatan, elektron menjadi sangat banyak. Elektron tidak menjadi
berlainan, dan bercampur secara efektif menjadi rentang kemungkinan
keadaan secara berkelanjutan (disebut pita elektron). Gagasan tentang
konfigurasi elektron menjadi tidak relevan dan menghasilkan teori pita.
9. Aplikasi Konfigurasi Elektron
Penerapan
konfigurasi elektron yang paling luas adalah dalam bidang rasionalisasi
sifat kimia, baik dalam kimia organik maupun kimia anorganik.
Akibatnya, konfigurasi elektron sepanjang teori orbital molekul menjadi
perbandingan modern untuk konsep valensi yang menjelaskan jumlah dan
jenis ikatan kimia.
Pendekatan lebih lanjut juga
diterapkan di kimia komputasi. Dimana digunakan untuk membuat perkiraan
kuantitatif terhadap sifat kimia. Selama beberapa tahun, perhitungan
mengandalkan perkiraan “kombinasi linear orbital atom” (LCAO),
menggunakan basis set orbital atom yang lebih besar dan lebih kompleks
sebagai titik awal. Langkah berikutnya adalah menghitung penempatan
elektron di antara orbital-orbital molekul dengan menggunakan prinsip
Aufbau. Tidak semua metode penghitungan kimia mengandalkan konfigurasi
elektron. Misalnya teori tingkat fungsional (DFT).
Untuk
atom atau molekul dengan lebih dari satu elektron, pergerakan elektron
saling berhubungan. Konfigurasi elektron dengan angka yang sangat besar
diperlukan untuk menjelaskan semua sistem multielektron, dan tidak ada
energi yang dapat dikaitkan dengan satu konfigurasi. Namun, fungsi
gelombang elektron biasanya didominasi oleh konfigurasi dalam jumlah
yang sangat kecil dan gagasan konfigurasi elektron menjadi sangat
esensial untuk sistem multielektron.
Penerapan
fundamental dari konfigurasi elektron adalah dalam interpretasi terhadap
spektrum atom. Dalam kasus ini, diperlukan untuk menambahkan
konfigurasi elektron dengan satu atau lebih istilah simbol yang
menjelaskan perbedaan tingkat energi yang terdapat dalam sebuah atom.
Istilah simbol dapat dikalkulasikan untuk semua konfigurasi elektron,
tidak hanya konfigurasi keadaan dasar yang tertulis dalam tabel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar